Monday, April 14, 2008

OBAT ANTI KORUPSI


Genre : How To
Ukuran : 12 X 19 Cm (150 halaman)
ISBN : 978-979-1442-05-3
Terbitan Pertama : Juni 2007
Harga : Rp. 23.000,-
--------------------------------


Mengapa Indonesia terkenal sebagai negara paling korup di dunia? Dan mengapa budaya ini begitu mengakar dan sulit dihilangkan dari generasi ke generasi? Buku berjudul Obat Anti Korupsi bukan untuk segera mengatasi korupsi secara drastis. Ada 9 kiat dengan 8 penjelasan yang bisa dijadikan motivasi, mengapa koruspi sangat merajalela saat ini.

Taufiq menulis buku ini bukan karena dia mantan koruptor. Taufiq melakukan sejumlah observasi yang mendalam dari sudut pandang pribadi. Maka buku ini ditulis mengarah pada pembelajaran ke setiap individunya. Ada upaya untuk memperbaiki iklim kerja atau habit korupsi yang sudah terjadi di seluruh aspek di Indonesia.

Ditulis dengan bahasa yang ringan, sistematis, dan menghibur. Buku berjenis “how to” ini tidak terkesan menggurui karena ditulis dengan gaya instrospeksi yang tinggi, dan mengambil kasus-kasus yang masih bisa dirasakan di Indonesia. Keistimewaan buku ini terletak pada cara melihat watak orang Indonesia dari sisi “gaya” korupsinya. Sedangkan bonusnya, buku ini memberikan sejumlah kiat-kiat menghidari korupsi. Sangat Indonesia sekali!

---------------------
Taufiq St. Makmur:

Saat ini Taufiq bekerja di bidang jasa boga sebagai manager. Sebelumnya dia juga aktif di dunia NGO bidang pemantau Pemilu Indonesia. Kebiasaannya menulis cerita pendek, membuat gaya penulisan buku Obat Anti Korupsi ini sebagai karya non-fiksi yang gampang dikunyah.

MENAPAK KE PUNCAK SAJAK


Penulis: Hasan Aspahani
Tebal: viii+142 halaman
Ukuran: 12 x 19 cm
ISBN : 978-979-1442-06-0
Penerbit Koekoesan, November 2007
Rp 19.000,-

-------------------------
JANGAN MENULIS PUISI SEBELUM MEMBACA BUKU INI !!!
Dilengkapi Wawancara dengan Sapardi Djoko Damono & Joko Pinurbo

-------------------------


Puisi yang indah tidak harus menetes dari penyulingan kata-kata, penyair bukan hanya harus menjadi penyuling kata, tapi juga bisa menciptakan keindahan dengan menciduk segelas air lumpur, lalu memberinya makna. Keindahan puisi bisa dilihat seperti keringat di dahi petani yang sedang menyiangi gulma di antara rumpun-rumpun padinya, atau seperti air ompol bayi yang mulai mengering setelah diserap oleh kain popok. Tantangannya adalah ; bisakah kita memberi kandungan makna pada apa saja yang hendak kita jelmakan jadi keindahan itu?

Puisi yang sekadar berindah-indah tapi hampa makna hanya akan jadi deretan kalimat-kalimat klise. Puisi yang baik adalah ruang yang lapang dan juga gerbang yang mengundang siapa saja untuk datang bersenang. Seberapa lapang ruang dalam puisi kita? Ini juga tantangan terbesar dalam menulis puisi...

Friday, April 11, 2008

PULANG - Kumpulan Cerpen

Genre : Kumpulan Cerita Pendek
Ukuran : 12 X 17,5 cm (120 halaman)
ISBN : 979-9545-2-5
Terbitan Pertama : November, 2006
Harga : Rp. 28.500,-

*********
Berbeda dari artis kebanyakan, Happy Salma bukan selebritas yang tidak melulu menulis cerita tentang kehidupan manusia urban. Buku kumpulan cerpen Pulang ini meyakinkan kehidupan selebritas bukan hanya kota besar semata. Seperti yang digambarkan dalam cerpen yang berjudul “Pulang”, pembaca akan menjumpai seorang gadis kota menyusuri kota kelahirannya di sebuah desa. Pulang berisi delapan cerita pendek yang melihat kata “pulang” sebagai pondasi cerita di setiap cerita pendeknya. Ada ciri khas yang dituliskan, bagaimana kampung halaman, dunia setelah mati, sampai kerinduan masa kecil menjadi bentuk kata “pulang” yang sesungguhnya. Sebagai kumpulan cerpen, buku Pulang sangat menonjolkan unsur keindonesiaan yang kental. Apalagi, jelajah bahasa yang digunakan sederhana, sehingga semakin menonjolkan keinginan penulisnya untuk kembali pada kesahajaan itu tak kalah indahnya.
Buku ini dihiasi motif batik bukan tanpa alasan. Selain penulisnya adalah selebriti yang mempelajari batik, tapi, unsur pulang sebagai bentuk yang sangat Indonesia, seperti juga batik. Sejumlah cerpen mengisahkan pemandangan desa yang mulai tercemar, sejumlah cerita berkisah tentang keperiah kisah, sejumlah cerita berkisah tentang Indonesia yang terus berubah dari sudut pandang yang berbeda.
_________
Happy Salma
Mojang kelahiran Sukabumi, tahun 1980 ini sangat mencintai seni. Selain kini dikenal sebagai pemain teater, dia duluan masyur sebagai pemain sinetron, presenter, dan bintang iklan. Hobinya menulis, dia tuangkan dalam sejumlah cerpen dalam buku pertamanya ini, Pulang. Kegemarannya membaca karya Pramoedya Ananta Toer, Sutan Takdir Alisjahbana, menandakan kecintaannya terhadap sastra Indonesia klasik.

DEMOKRASI TANPA KAUM DEMOKRAT

Genre : Teks Filsafat – Politik
Penulis : M. Fadjroel Rahman
Tebal : 300 halaman
Ukuran : 15 x 23 cm
ISBN : 979-99545-4-1
Harga : Rp. 50.000,-

*********
Seolah-olah kaum demokrat dengan lembaga demokrasi dan kaum anti demokrat dengan lembaga anti demokrasi itu sama saja. Tidak ada bedanya Soeharto, pengikut, dan lembaga politik yang menopang kediktatoran fasis Orde baru dengan kaum demokrat yang menggulingkannya. Seolah-olah tidak ada pertarungan politik (political struggle) bahkan perang demokrasi berkepanjangan (protracted democratic war) yang harus dimenangkan, yang melibatkan gagasan (ideas), kekuatan (forces), dan relasi kekuasaan. Seolah-olah gagasan demokrasi terlepas dari upaya membangun, memperjuangkan kekuatan dan relasi kekuasaan demokrasi. Seolah-olah tahap otoriter-totaliter, tahap transisi demokrasi dan tahap sistem demokrasi yang diperluas dan diperdalam itu, ilusi demokrat radikal saja. Sudut pandang buku ini, tegas membedakan bahwa kaum demokrat dan lembaga demokrasi itu berbeda secara distingtif dengan lawannya. Sebab, setelah reformasi total bergulir, signifikansi antara pro demokrasi dan anti demokrasi makin penting dan menemukan makna baru. Adalah ilusi jika kita mengira dapat membangun dan mempertahankan demokrasi tanpa kaum demokrat…

“Dalam keliaran dan kejenakaan berpikir serta berbahasa, Fadjroel berusaha membantah bahwa tidak ada lagi problem transisi demokrasi setelah Soeharto—yang pernah memenjarakan Fadjroel—mengundurkan diri. Hampir semua bagian buku ini “dikunci” dengan konsep-konsep kuat berupa demokrasi partisipatif, sosialisme partisipatif, ekonomi partisipatif serta dua jenis emansipasi pokok; emansipasi individual dan emansipasi sosial. Kemenangan politik-simbolik Golongan Putih (Baru) digunakannya sebagai simbol-simbol kemenangan sementara dari gerakan perlawanan ini. Ya, melawan, karena transisi demokrasi kita ternyata lebih banyak berjalan di sisi yang menimbulkan badai kekecewaan di masyarakat setelah hampir sembilan tahun gerakan reformasi total dilambungkan ke angkasa oleh para demonstran dan aktivis 1998, yang karena terpaksa kemudian diamini oleh para politik waktu itu…” (Effendi Gazali, Koordinator Program Master Komunikasi Politik Universitas Indonesia, alumnus Cornell & Radboud University)

___________________
M. Fadjroel Rachman
Aktif mengembangkan Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Pedoman Indonesia) atau Research Institute of Democracy and Welfare State, dan kerjasama internasional di jaringan Southeast Asian Forum for Democracy, dan Asia Pacific Youth Forum (Tokyo). Pernah aktif di Forum Demokrasi, mantan koordinator Konfederasi Pemuda dan Mahasiswa Sosialis Indonesia (KPMSI), dan Masyarakat Sosialis Indonesia (MSI/Ketua Badan Pekerja). Kandidat (42 besar) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Sejumlah penelitian dan artikelnya dibukukan bersama seperti Social Democracy Movement in Indonesia (FES, 2001), May Revolution and Mass Media (Gramedia, 2001), dan Soetan Sjahrir: Guru Bangsa (PDP Guntur 49, 1999). Antologi puisinya Sejarah Lari Tergesa (GPU, 2004) menjadi nominator Khatulistiwa Literary Award 2005. Karya-karya lainnya, Catatan Bawah Tanah (YOI, 1993), Pesta Sastra Indonesia (Kelompok Sepuluh, Bandung, 1985), Dunia Tanpa Peta (Novel, proses penerbitan) dan Republik Tanpa Publik (Pledoi, proses penerbitan). Aktif menulis di Kompas, Horison, Tempo, Koran Tempo, Gatra, Forum Keadilan, Pikiran Rakyat, Media Indonesia, Jawa Pos, Suara Pembaruan, Banjarmasin Post, Ganesha, Mata Baca, Warta Ekonomi, dan penerbitan lainnya. Afrizal Malna mencatat namanya dalam Leksikon Para Penyair (“Sesuatu Indonesia”, Bentang Budaya, 2000), Dewan Kesenian Jakarta dalam Leksikon Sastra Jakarta : Sastrawan Jakarta dan Sekitarnya (Bentang Budaya, 2003), dan Korrie Layun Rampan dalam Leksikon Susastra Indonesia (Balai Pustaka, Jakarta, 2000).Menjadi presenter (anchor) talkshow di televisi dan radio: TVRI Pusat Jakarta (Debat Mahasiswa, Dialog Industri Kecil dan Menengah), Televisi Indosiar (Jurdil 1999, Dinamika), RRI Pro 3 Jakarta (Pustaka-Pustaka Book Review kerjasama Matabaca dan Bank Naskah Gramedia). Anggota Lingkar Muda Indonesia (kelompok diskusi Kompas) Narasumber analisa politik-ekonomi di SCTV (Topik Minggu Ini dan Liputan 6), Metro TV, Trans TV, ANTV, Indosiar (Republik BBM/Pengadilan BBM?co-panelist), radio 68H dan Elshinta.Pernah kuliah di Institut Teknologi Bandung (Jurusan Kimia), dan Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (Manajemen Keuangan). Terlibat Gerakan Lima Agustus ITB (1989) yang menuntut turunnya Jenderal Besar (Purn) Soeharto, dan pembubaran Kediktatoran Fasis Orde Baru, menjadi tahanan politik berpindah-pindah 6 penjara termasuk Sukamiskin dan Nusakambangan. Sebelumnya “tahanan politik singkat” Peristiwa Kaca Piring (1989), Peristiwa Long March Bandung-Badega/Garut (1989), dan Bakorstanasda Jabar pada Peristiwa Tahun Baru ITB (1987)Enam tahun kemudian, di Universitas Indonesia, pada Mei 1998 aktif sebagai Presidium Forum Mahasiswa Pascasarjana (Forum Wacana) Universitas Indonesia, bersama seluruh komponen mahasiswa UI, mahasiswa serta masyarakat, aktif menumbangkan “musuh lama” Jenderal Besar (Purn) Soeharto dan Kediktatoran Fasis Orde Baru, termasuk menduduki Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta. Di ITB, aktif dalam kegiatan sastra, pers, kebudayaan, dan kelompok studi, antara lain: Presiden Grup Apresiasi Sastra (GAS), Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyakatan (PSIK), Kodim Sabtu (Kelompok Diskusi Mahasiswa Sabtu), Badan Koordinasi Unit Aktifitas (BKUA) ITB, Komite Pembelaan Mahasiswa (KPM) ITB, Majalah Ganesha ITB (Pendiri dan Ketua Dewan Redaksi), serta Kelompok Sepuluh Bandung.

DEMOKRASI KAMI

Genre : Politik – Filsafat.
Ukuran : 14 X 21 cm (125 halaman)
ISBN : 979-99545-1-7
Terbitan : Oktober, 2006
Harga : Rp. 25.000,-

*********
Donny Gahral Adian dikenal sebagai pengajar Filsafat di Universitas Indonesia. Minatnya dalam bidang hukum, etika politik, demokrasi dia tuangkan dalam sejumlah artikel. Buku Demokrasi Kami ini adalah bunga rampai dari hasil pemikiran yang dipublikasikan di sejumlah media cetak terkemuka. Di sini, Donny Gahral Adian mengeksplorasi problematika demokrasi sekarang.

Sisuasi demokratisasi di Indonesia saat ini, begitu menarik perhatiannya. Sejumlah kajian menukik pada persoalan-persoalan kritis, dan dibedah dengan analisa yang tajam. Demokrasi Kami menjadi alat rekam bagaimana memahami sejarah, sampai keberadaan demokrasi kita yang sekarang. Kumpulan tulisan yang sebelumnya dipublikasikan di sejumlah media nasional Indonesia ini menjadikan bukunya sebagai cerminan “demokrasi” dari sudut pandang luas, dan terutama “demokrasi” yang sangat Indonesia.

__________________
Donny Gahral Adian
Filsuf yang menaruh minat pada dunia hukum, etika politik, dan isu-isu demokrasi ini menjadi salah satu pendiri Penerbit Koekoesan. Kesehariannya sebagai pengajar di Jurusan Fisafat Universitas Indonesia. Sejumlah hasil pemikirannya tersebar di sejumlah media massa terkemuka di Inonesia.